Apakah HIV?
HIV merupakan singkatan dari ’human immunodeficiency virus’.
HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan
tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan macrophages–
komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau
mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya
penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan
defisiensi kekebalan tubuh.
Apakah AIDS?
AIDS adalah singkatan dari ‘acquired immunodeficiency syndrome’ dan
menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan
menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV telah ditahbiskan sebagai
penyebab AIDS. Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi
tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi
AIDS.
Apa saja gejalanya?
Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV tidak menyadarinya karena tidak
ada gejala yang tampak segera setelah terjadi infeksi awal. Beberapa
orang mengalami gangguan kelenjar yang menimbulkan efek seperti deman
(disertai panas tinggi, gatal-gatal, nyeri sendi, dan pembengkakan pada
limpa), yang dapat terjadi pada saat seroconversion. Seroconversion
adalah pembentukan antibodi akibat HIV yang biasanya terjadi antara enam
minggu dan tiga bulan setelah terjadinya infeksi.
Satu-satunya cara untuk menentukan apakah HIV ada di dalam tubuh seseorang adalah melalui tes HIV.
Seberapa cepat HIV bisa berkembang menjadi AIDS?
Lamanya dapat bervariasi dari satu individu dengan individu yang
lain. Dengan gaya hidup sehat, jarak waktu antara infeksi HIV dan
menjadi sakit karena AIDS dapat berkisar antara 10-15 tahun,
kadang-kadang bahkan lebih lama. Terapi antiretroviral dapat
memperlambat perkembangan AIDS dengan menurunkan jumlah virus (viral
load) dalam tubuh yang terinfeksi.
Apakah bisa sembuh?
Penelitian terbaru menunjukkan, pengidap human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immunodeficiency syndrome
(AIDS) bisa disembuhkan. Kuncinya terletak pada deteksi dini HIV dan
pengobatan segera setelah didiagnosis dengan terapi antiretroviral
(ARV).
Ketua Unit Pelayanan Terpadu HIV Rumha Sakit Cipto
Mangunkusumo, Zubairi Djoerban, saat menyampaikan hasil Konferensi
Internasional AIDS ke-19 Tahun 2012 di Washington DC, Amerika Serikat,
akhir Juli lalu, di Jakarta, Jumat (3/8/2012), mengatakan, tiga orang
pengidap HIV, masing-masing disertai leukimia akut, limfoma Hodgkin, dan
limfoma non-Hodgkin, bisa sembuh total.
"Setelah pengobatan, tidak terdeteksi virus HIV pada ketiganya," katanya.
Selain terapi ARV, pengidap HIV dengan leukimia akut juga mendapat cangkok sel punca (stem cell). Setelah pengobatan, HIV-nya hilang dan leukimianya sembuh.
Sedangkan
pengidap HIV dengan limfoma mendapat cangkok sumsum tulang belakang.
Kini, mereka sedang menjalani uji agar bisa berhenti meminum obat.
Sementara
itu, lanjut Zubairi, ada 14 orang pengidap HIV yang sembuh fungsional.
"Virus tetap ada dalam tubuh mereka, tetapi tidak bisa berkembang,"
katanya.
Sebanyak 12 orang pengidap HIV yang sembuh fungsional
segera meminum ARV setelah didiagnosis mengidap HIV. Mereka meminum ARV
selama tiga tahun.
Kini, setelah tujuh tahun berhenti minum ARV, mereka tetap sehat walafiat tanpa tergantung lagi pada ARV.
Penggunaan
ARV pada ibu hamil juga terbukti mampu menekan penularan HIV dari ibu
hamil ke bayinya. Di Distrik Columbia, Amerika Serikat, tidak ditemukan
lagi bayi yang tertular HIV dari ibunya yang mengidap HIV sejak 2009.
Temuan
di sejumlah negara ini memberi harapan dapat diakhirinya pandemi HIV
dan AIDS di seluruh dunia.
Dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar